Monthly Archives: Juni 2010

Kulit Telur

Standar

Di rumah saya, kira-kira ada sekarung limbah kulit telur. Untuk produksi puding dan berbagai olahan makanan lain, digunakan banyak telur di sini. In case ada pembaca blog yang membutuhkannya untuk kerajinan dsb, bisa hubungi ibu Maria di 0274-7191008.

Kami berusaha sebisa mungkin tidak membuang sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah Piyungan yang konon akan penuh di tahun 2012.

Kalau ada yang bisa membantu kami menjadikan limbah ini berguna. Alangkah bahagianya 🙂

Tentang Keadilan

Standar

Saya dipinjami Herman sebuah buku yang diperolehnya dari acara pelepasan wisuda fakultasnya. Buku itu berjudul Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya. Penulisnya adalah seorang bule yang juga sekaligus seorang biksu bernama Ajahn Brahm. Salah satu ceritanya ingin saya bagikan untuk Anda.

Mungkin Memang Adil

Sering kali saat kita mengalami depresi, kita berpikir, “Ini tidak adil! Mengapa aku?” Akan sedikit melegakan jika hidup ini lebih adil.

Seorang narapidana paruh-baya di kelas meditasi yang saya ajarkan di penjara meminta bertemu dengan saya setelah sesi selesai. Dia telah mengkuti sesi-sesi saya selama beberapa bulan dan saya telah cukup mengenalnya.

“Brahm,” katanya, “saya ingin memberi tahu Anda bahwa saya tidak melakukan kejahatan yang membuat saya terkunci di penjara ini. Saya tidak bersalah. Saya tahu beberapa penjahat mungkin akan mengatakan hal yang sama dan berbohong, tetapi saya mengatakan yang sebenarnya kepada Anda. Saya tidak akan berbohong kepada Anda, Brahm, tidak kepada Anda.”

Saya percaya kepadanya. Keadaan dan sikapnya membuat saya yakin bahwa dia tidak berbohong. Saya mulai berpikir betapa tak adilnya ini, dan bertanya-tanya bagaimana saya bisa memperbaiki ketidakadilan yang mengerikan ini. Namun dia menyela pikiran saya.

Dengan tersenyum nakal, dia berkata, “Tetapi Brahm, ada banyak kejahatan lain yang saya perbuat, tetapi saya tak tertangkap. Jadi saya kira apa yang terjadi sekarang ini memang adil.”

Saya tertawa terbahak-bahak. Rupanya si tua bangka ini memenuhi hukum karma, bahkan lebih baik daripada beberapa biksu yang saya kenal.

Berapa seringkah saya melakukan “kejahatan”, yang begitu melukai, tindakan yang penuh kedengkian, tetapi kita tidak dibuat menderita olehnya? Apakah kita pernah berkata, “Ini tidak adil! Mengapa aku tidak ditangkap?”

Ketika kita dibuat menderita oleh suatu alasan yang tak jelas, belum-belum kita sudah mengerang, “Ini tidak adil! Mengapa aku?” Barangkali itu sebenarnya adil. Seperti napi yang saya ceritakan, barangkali ada banyak “kejahatan” lain yang kita perbuat tetapi kita tak tertangkap, inilah yang menjadikan hidup ini sebenarnya adil.

Makan @ Jogja [15]: Mie Ceker Bandung

Standar

20. Mie Ceker Bandung [jl. Wolter Monginsidi, perempatan SD Tumbuh, ke barat]

suasana malam hari yang romantis

Setidaknya saya sudah bolak-balik makan menu yang sama di sini 6 kali. Pertama kalinya ketika menraktir teman di hari ultah saya di tahun 2009. Itu artinya, dalam waktu 8 bulan, saya sudah melakukan repurchasing atau pembelian ulang sebanyak minimal 5 kali. Dalam bisnis, salah satu tanda konsumen puas adalah ketika mereka melakukan pembelian ulang.

Saya membawa teman-teman terbaik saya ke tempat ini untuk makan dan ngobrol. Mie ayam adalah menu yang nggak ngebosenin bagi saya. Kalau untuk menu steak, saya bisa cukup puas makan setahun sekali atau dua kali, mie ayam bisa saya santap seminggu sekali kalau lagi doyan.

Saya pernah bilang bahwa Yamie Manis Bandung 59 adalah favorit saya. itu benar. Tapi untuk kesempatan yang berbeda, yamie manis di Mie Ceker Bandung ini lebih cocok. Kesempatan yang seperti apa? Kesempatan makan bersama pasangan, keluarga, dan tamu luar kota. Itu semua karena tempat ini memiliki manajemen yang lebih baik, pilihan menu lebih banyak, tempat lebih bersih, pelayan lebih terlatih, suasana malam yang romantis, dan juga ada 8 kamar (menyatu dengan Monginsidi Guest House) untuk tamu luar kota.

Sekalian info tambahan buat pembaca blog yang ingin sekalian cari penginapan oke, guest house ini memiliki 3 jenis kamar dengan rate Rp275.000 (3 kamar), Rp340.000 (4 kamar), dan Rp380.000 (1 kamar). Belum termasuk pajak dan layanan 15%.

Oh iya, harga mie di sini berkisar antara 10 – 15 ribu (berdasarkan ingatan saya saja). Harga jus rata-rata 9 ribuan. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah malam hari karena suasananya lebih hidup dengan lampu2 berwarna hangat. Bukanya dari jam 10 pagi – 10 malam. Ada 48 seat, yang terbagi indoor dan outdoor (dengan meja-meja berpayung).

Selamat mencoba!

Resolusi [Kenapa] Tahunan?

Standar

Umumnya orang membuat target atau resolusi per tahun. Sering kan, melihat tulisan Resolusi tahun 2010 atau Daftar target tahun ini.



Secara tidak sengaja saya menuliskan target tahun 2010 di ‘about me’ Facebook saya. Alasan awalnya adalah karena saya rajin banget mbuka FB dan tulisan di situ tidak akan ter-generate seperti status FB. Posisinya juga sangat strategis untuk mengingatkan saya setiap kali log in, apa yang saya telah targetkan untuk tahun ini.

Namun, secara tidak sengaja juga, karena jumlah karakter di situ dibatasi, maka, saya tidak bisa menambahkan target sebanyak-banyaknya.

Lesson learned: buat target tidak baik juga kalau kebanyakan: ambisius dan tidak fokus.

Karena ingin menghemat karakter, tiap ada target yang sudah tercapai, saya hapus, sehingga ada sisa karakter untuk target-target baru. Hal ini membuat saya memiliki list target yang up to date.

Lesson learned: apa yang sudah tercapai, tidak perlu dilihat lagi, tidak perlu dirayakan berlebihan. Fokus saja pada target berikutnya.

Another lesson learned: harusnya, target itu diperbaharui lebih sering daripada setahun sekali. Target yang dibuat di awal tahun, belum tentu relevan di tengah tahun.

Jadi, resolusi nggak perlu embel-embel tahun, kan?

Makan @ Jogja [14]: Ramen

Standar

Teman-teman saya dari FEB UGM sudah ada 3 orang + 1 orang investor yang memiliki kedai ramen. They are Saiqa, Putro & Galih Baskoro (Hotaru & Hotaru Ramen) and Genny Mirzana Nugraha (Nikkou Ramen). Saya salut dengan keberanian mereka untuk membuka bisnis sendiri dan membuka lapangan pekerjaan buat orang lain.

Seperti yang saya sudah tulis di post terdahulu, saya sudah mencoba ramen di Sakura (Babarsari), Sapporo Ramen (Jakal km10,9), dan Hotaru (Godean). Intinya saya sempat gemar dengan ramen setelah makan miso ramen di Sakura. Sayangnya, rasa miso ramen di kunjungan saya berikutnya, berubah. Saya pun berkesimpulan wah, ramen kok rasanya terlalu hambar ya. Kayanya kurang cocok dengan lidah saya. Saya lebih suka dengan mie ayam 🙂

miso ramen di Sentana Bistro -gambar dari blog orang-

Setelah post tersebut dibuat saya mencoba makan ramen di Ramen (Jakal, depan Superindo) dan Sentana Bistro (Jakal, deket Hoka-Hoka Bento). Ramen di Ramen hampir sama dengan ramen lain yang pernah saya makan. Nggak favorit. Tapi kemarin siang saya makan di Sentana Bistro. Stamina ramen yang saya pesan, rasanya biasa saja. Tapi chicken ramen yang dipesan adik bungsu saya, secara mengejutkan RASANYA ENAK! Harganya Rp24.000.

Saya baru 2 kali datang ke Sentana Bistro, tapi saya bisa memuji tempat ini karena beberapa hal, antara lain karena harganya sesuai dengan layanan yang didapat. Untuk setiap pengunjung yang datang akan langsung disuguhi handuk dingin, 1 cup ocha, dan 1 porsi kecil potato salad. Mashed potato-nya seperti dipadukan dengan acar timun dan wortel. Nice! Suasanya dan interiornya cocok dengan harganya. Sebelumnya di Sentana Bistro saya pernah memesan tobiko (telur ikan terbang) sushi dan tempura sayuran (Rp15.000). Sushinya kurang oke, tempuranya lumayan banyak dan mengenyangkan!

Try Sentana Bistro!

Wisata @ Jogja [2]: Pantai-Pantai Berpasir Kuning

Standar

Saya baru saja pulang dari liburan singkat ke pantai-pantai Gunung Kidul. Pertama kali diajak ke sana (Pantai Sadranan) sama temen-temen Manajemen UGM 2005 waktu libur Waisak 28 Mei 2010 kemarin. Selanjutnya, jadi ‘ngebet’ nawarin keluarga untuk liburan ke sana.

bukit ber-villa di pantai Sadranan

Seneng banget ketika liat pantai berpasir kuning di Jogja…. Seperti melihat surga (perasaan di 30 detik pertama). Apalagi pantai yang saya kunjungi pertama kali tsb adalah pantai yang masih alami (virgin) alias tidak ada pedagang dan terlalu banyak orang di sana. Kenapa saya lebay begitu? Karena selama ini di Jogja ngeliatnya cuma pantai Parangtritis dan pantai Depok. Pasir abu-abu tua menuju hitam, banyak andong dan kotoran kuda, pantai kurang bersih karena pendatang ninggalin sampah, pantainya banyak pengunjungnya (rame), pedagang banyak, pantai curam, ombak besar (sehingga nggak berani main air).

Adik saya yang kecil baru lulus SD, dan hari Selasa (15/6)  ini dia libur. Maka, kemarin kami merencanakan berangkat ke pantai Sadranan. Walaupun saya tidak tahu jalan, namun karena PD yg tinggi, saya yakin aja bakal nemu dengan modal nanya-nanya dan sedikit ingatan akan jalan ke sana (sebelumnya baru 1 kali ke Sadranan, dan 1 kali kondangan di Tepus).

Kami ber-4 berangkat agak terlambat dari rencana karena packing-nya dilakukan sebelum berangkat. Harusnya mau berangkat (ket: rumah kami di daerah Maguwoharjo, Depok, Sleman)  jam 13.30 karena jam 15.30 adalah waktu yang pas untuk sampai di sana (matahari sudah tidak terlalu terik). Kami berangkat pukul 14.15 dan masih mampir di Mister Burger untuk kepentingan perut dan mulut. Berbekal keterangan dari pak Zulkarnain, pemilik guest house yang akan kami incar, saya berpedoman pada nama pantai Sundak yang lebih terkenal dari pantai Sadranan. Kalau ketemu plang petunjuk jalan, intinya ambil yang ke Sundak.

Setelah memilih jalan yang ke arah Sundak (kiri) dan bukan ke arah Baron (lurus), saya merasa, ini adalah jalan yang belum pernah saya lewati. Waktu ke Sadranan sebelumnya, nampaknya bukan lewat jalan yang ini. Walau agak-agak cemas, saya hanya mencoba memperbaiki keadaan dengan agak ngebut supaya nggak kesorean ketika sampai di pantai. Singkat cerita, pantai Sadranan akhirnya ketemu dengan patokan villa di atas bukit yang sempat saya incar untuk diinapi, namun hasil browsing di internet mengatakan harga semalam di villa tersebut adalah 4 juta rupiah. Ih waaww.

Horeee… akhirnya pantai Sadranannya ketemu juga. Mantap! Memang benar, pantai Sadranan terletak sekitar 500 meter di barat Sundak. Kami sampai di sana sekitar pukul 16.30.

tanaman di villa bukit pantai Sadranan

Agak kecewa sedikit karena langit agak berawan, kurang bersih (kurang biru) dan air laut sedang surut. Karang-karang yang ditumbuhi rumput laut jadi kelihatan. Main air jadi agak susah. Tapi pasir pantai di sana tetep sipp… Kuning, bersih, dan (syukurlah) masih tetap belum ada pedagang. Adik-adik langsung bermain berdua, saya ‘ngebet’ pengen ke villa di atas bukit karang. Mama juga setuju untuk naik ke sana. Singkatnya kami sampai di atas dan ternyata pemandangan dari atas kurang oke karena pemandangan pantai Krakal yang agak rame orang dan udah ada bangunannya. Tidak seindah yang dibayangkan. Villa-nya juga seolah nggak ada yang jagain (at least semacam receptionist gitu). Tapi tanaman di sana terlihat sangat terawat. Ada 2 pondokan dan 1 buah ruang berdinding kaca yang mirip restoran/meeting room. Semuanya terkunci, dan entah di mana pelayannya.

kamar di guest house Kampoeng Baron

Kami cabut dari Sadranan sekitar pukul 18.00 dan mencari guest house Kampoeng Baron. Sempat salah jalan, tapi akhirnya nemu juga. Tidak jauh dari gerbang retribusi kawasan wisara Baron (di mana saya mendapatkan selebaran waktu pergi ke Sadranan sebelumnya). Kami ambil kamar AC double bed dengan 1 buah extra bed. Tempat ini adalah yang terbaik yang bisa kami temukan dan cocok untuk kami. Sebelumnya sempet depresi melihat harga villa yang 4 juta dan hotel-hotel melati yang harganya 20 ribu-an. Tempat ini recommended! Saran: datanglah ber-ramai-ramai bersama teman, karena saat malam tiba, di sana sepiiii banget. Pokoknya kudu ada tim rame-rame. Kalo cuma ber-2 bareng pasangan, ehm… ehm…. kayanya kurang rame. Hehehe

Pagi tadi, kami akhirnya memilih pantai Sepanjang. Ini juga pantai yang oke! Lagi-lagi karakteristiknya sama dengan pantai Sadranan, yaitu masih alami. Jalan masuk memang belum aspal (sama dengan Sadranan). Tidak ada lahan parkir, tidak ada kamar mandi bilas, tidak ada pedagang. Horeeee!!! Dan pagi ini cuma ada 1 orang duduk mancing di sana. Serasa pantai pribadi!!! Senang!!! Pasir di Sadranan memang lebih halus dan bagus, tapi pantai Sepanjang tak kalah bagusnya karena punya batu-batu karang di sisi timurnya. Kami main air dari jam 05:30-07:00. Itulah waktu terbaik bermain di pantai dan tidak gosong.

Pantai Sepanjang

Well well well…. i’m gonna say, those are my favourites in Gunung Kidul. say sorry to Krakal, Baron, and other beaches… I love virgin beaches.

Audris (my first brother)  said that Tanjung Tinggi in Belitong is much better. But i just can say, these are the best beaches we can find in Jogja….. Love them!!!

Nyata-nyata Sepi

Standar

Delapan orang duduk berjajar

Lamaaa

Tiada yang bersuara

Delapan orang di dunia khayal, dunia maya, dunia mimpi, dunia puisi.

Dunia nyata sepiii…

Dunia nyata nampaknya terlalu membosankan untuk ditinggali

Penghuninya minggat ke dunia-dunia lain yang lebih hidup dari kehidupan itu sendiri

Terminal 3 Soekarno Hatta – Jakarta

7 Juni 2010; 15:03