Walaupun bandaranya Siem Reap memang sueepi, ternyata kotanya banyak turisnya. Saya menghabiskan 3 kali waktu makan malam di Siem Reap. Ketiganya di restoran yang berbeda, namun ada 2 kesamaan dari 2 restoran terakhir. Apa itu? Restorannya beesarrr dan selalu ada pertunjukan Apsara dance.
Saya mendengar gosip dari si tour guide, para penari Apsara dibayar sangat sedikit, yaitu US$ 1 per kali tampil. Heeh? Serius? Hmmm, jadi penasaran, berapa bayarannya penari yang tiap malam tampil di Candi Prambanan.
Kembali ke restoran. Restoran Kamboja di Siem Reap tidak mencerminkan makanan lokalnya. Atau memang karena disesuaikan dengan makanan yang sudah umum dimakan oleh turis Asia dan Barat pada umumnya. Makanan di restoran pada umumnya chinese food dan sedikit campuran makanan dari Vietnam. Di restoran yang menyediakan buffet/all you can eat, ada juga spaghetti, goreng-gorengan, dimsum, sate, salad, dan makanan yang umum orang Indonesia makan. Kelak di Phnom Penh juga sama saja variasi makanan buffet-nya. Tapi hati-hati buat yang muslim, banyak daging babi beredar sebagai makanan di sana. Hehehe.
Sekedar informasi, restoran yang saya kunjungi di Siem Reap adalah: Tropical Restaurant (jalan masuknya melewati kampung dikit), Amazon Angkor Restaurant, dan Koulen II Restaurant.
Sebelum berangkat ke Kamboja, saya sudah sempet browsing dulu tentang snack khas Kamboja yang mungkin bisa saya bawa pulang sebagai oleh-oleh. Apa jawaban Google? Ditampilkanlah berbagai serangga goreng kering nan kemripik. Hiiii… Nggak ada yang tertarik waktu saya tawari oleh-oleh itu *muka jahil*.
Oh ya, mengingat pendidikan bahasa orang Siem Reap tidak merata bagusnya, ada yang lucu dengan neon box yang dipasang di daerah Night Market.
Di sana pijat itu bener-bener murah. Yang di Night Market, bisa pijat dengan mulai dari US$ 2 plus tip untuk 15 menit. Tapi, kualitas sentra-sentra pijat di Siem Reap tidak semuanya bisa dipertanggungjawabkan. Beberapa rekan kantor merasa pijatannya nggak bertenaga, ada yang jadi sakit-sakit badannya. [bersambung]