Category Archives: ide

Manusia Pertama yang Terinfeksi Virus Komputer

Standar

Artikel ini adalah ringkasan dari artikel asli di link ini

Seorang peneliti asal Inggris telah berhasil menginfeksi dirinya sendiri dengan virus komputer. Namanya Mark Gasson, ia adalah seorang peneliti senior di University of Reading.

Dr Mark Gasson

Mark memasukkan radio frequency identification (RFID) chip bervirus di bawah kulitnya. Chip itu ia gunakan untuk mengaktifkan telepon genggamnya dan membuka pintu berpengaman. Telepon genggamnya hanya bisa diaktifkan dengan menggunakan chip yang ada di bawah kulit Gasson. Jadi, jika telepon genggam tersebut dicuri orang, telepon genggam itu tidak akan bisa digunakan. Pun ketika hendak masuk ke gedung kantornya, ia hanya perlu melambaikan tangannya, maka pintu akan terbuka.

Virus pada chip di bawah kulit Mark, ia desain sendiri dan bersifat tidak berbahaya. Mengapa Mark menaruh virus pada chip yang ia tanam di bawah kulitnya? Sebagai pembuktian. Virus tersebut dapat berpindah tanpa terlihat bahkan dari dalam tubuh manusia. Teori yang diajukan, jika seseorang memiliki komputer di dalam tubuhnya, virus komputer dapat menyebar dari satu orang ke orang lain.

Siapa juga yang berniat menaruh komputer di dalam tubuhnya seperti Mark? Saat ini elektronik kecil (dengan fungsi kesehatan dan keamanan) yang didesain untuk ditanam di dalam tubuh manusia sudah dikembangkan, contohnya pil kamera, mata bionik, kaki bionik, teleskop yang ditanam di mata. Saat ini, manusia masih harus lebih mewaspadai virus biologis daripada virus yang ada pada chip Mark. Tapi, di masa depan, hal ini harus menjadi pertimbangan ketika seseorang akan memasukkan komputer ke dalam tubuhnya. Komputernya bisa saja terserang virus (dan itu akan merepotkan/merugikan), dan hal ini harus dicegah.

Note:

* ini bukan berita terbaru, tapi lebih baik terlambat 2 tahun daripada 10 tahun, bukan.

** sukak deh, kalo udah pinter, ganteng lagi…. hahaha…. (abaikan) 😉

Originally posted in albhum2005.com on Jan 10th, 2013

Mengurangi Kepadatan Lalu Lintas

Standar

Kepadatan lalu lintas adalah salah satu hal topik pembicaraan yang paling populer dibicarakan masyarakat kota besar di Indonesia karena selalu menjadi masalah yang belum terselesaikan (terutama di Jakarta). Korbannya adalah para pemakai jalan, kecuali bagi mereka yang berada dalam pengawalan polisi dan mendapatkan jalan yg sudah ‘disediakan’.

 

Ilustrasi: 3.bp.blogspot.com

Tentu yang menggunakan kendaraan lebih besar (baca: mobil) akan terjebak di jalanan lebih lama (saat kondisi macet). Pengendara motor mungkin bisa lebih cepat sampai di tujuan (jika jalurnya sama) karena bisa salip sana sini ketika ada celah yang cukup.

Bagaimana cara mengurangi jumlah kendaraan yang melewati suatu jalan? Salah satu cara yang efektif dan telah diterapkan di Stockholm pada 2006 adalah dengan mengenakan ‘denda’ bagi kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut. Mirip dengan biaya tol, tapi ini tanpa servis apa pun. Hasilnya, kendaraan yang lewat berkurang 20%. Nampak sedikit? Tunggu dulu, ternyata hasilnya cukup signifikan bagi jalan tersebut.

Hal serupa juga dilakukan oleh Universitas Gajah Mada sejak tahun 2010, yaitu mengenakan ‘denda’ bagi kendaraan tak bersticker yang masuk ke kawasan UGM. Dulunya jalan di UGM adalah jalur alternatif untuk menghindari kemacetan di Jl. Affandi (Gejayan), Jl. Colombo, daerah sekitar pom bensin Sagan serta Mirota Kampus. Kini, dengan ‘denda’ sebesar seribu dua ribu rupiah saja, tidak ada yang mau bayar untuk sekedar numpang lewat di UGM.

Melihat 2 contoh yang nyata-nyata berhasil, saya rasa ini adalah salah satu solusi yang bisa diterapkan di kota-kota yang ingin mengurangi kepadatan lalu lintasnya di jam-jam tertentu. Tentu ada cara-cara lain yang membuat hal ini bisa lebih efektif, seperti meningkatkan daya tampung, kenyamanan, keamanan dan jangkauan transportasi publik. Selain itu bisa dengan penerapan giliran lewat bagi kendaraan melalui sistem pengenalan nomor kendaraan. Regulasi harga kendaraan (terutama roda 4) , bahan bakar, dan pajak juga akan membantu penekanan laju pertumbuhan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi.

Keadaan kemacetan di kota besar Indonesia saat ini adalah pembiaran dari pemerintah yang berada dalam situasi ‘sulit’ untuk memutuskan menghambat penjualan kendaraan bermotor. Tak dapat dipungkiri, industri dan jasa otomotif memiliki peranannya yang signifikan perekonomian negara. Pemerintah terlalu takut bertindak. Mungkin suatu hari ketika terpaksa melakukan regulasi, baru akan diterapkan.

Penjelasan lebih lengkap mengenai pengurangan kemacetan di Stockholm bisa ditonton di video TED berikut ini. Jonas Eliasson menyampaikan juga mengenai sedikit eksperimen dan penelitian yang dilakukan sehubungan dengan penerapan ‘denda’ lalu lintas pada tahun 2007 untuk melihat dampaknya. Cukup menarik untuk disimak. Selamat menonton!

Menanti Saat Menjadi ‘Hero’

Standar

Saya yakin, tidak sedikit orang yang bawah sadarnya menginginkan kesempatan untuk menjadi ‘hero*’. Tanpa menilik teori apapun, hanya sedikit melihat ke kiri dan kanan, saya bisa mengatakan bahwa, sedikit atau banyak, Anda.. ya.. Anda yang sedang membaca tulisan ini… memiliki keinginan untuk menyelamatkan sesuatu, memperbaiki suatu keadaan, mencerahkan hidup orang. Impian untuk menjadi hero bagi orang lain.

Untuk orang-orang tersebut, ada sebuah video singkat yang mungkin berarti.

Pesan Mark Bezos untuk Anda: Don’t wait. Jangan menunggu hal besar untuk Anda ubah, selamatkan, perbaiki. Setiap hari ada kesempatan untuk melakukan sesuatu yang kecil tapi berarti. Jangan hanya ingin melakukan hal besar. Lakukan hal-hal kecil, karena hal-hal besar sangat jarang datang ke hadapan kita.

*saya menggunakankata hero dan bukan pahlawan, karena -sayangnya- kedua kata itu memberikan feel yang berbeda. kata hero akan lebih lekat pada tokoh penyelamat yang keren, dan pahlawan lebih lekat dengan pejuang kemerdekaan jadul

New Motivation Theory: Autonomy-Mastery-Purpose By Daniel Pink

Standar

Kebiasaan sejak menjadi mahasiswa manajemen di Fakultas Ekonomika & Bisnis, UGM membuat saya berhati-hati dalam diksi. Pun berhati-hati dengan pemakaian istilah. Tapi, karena saya sudah bukan mahasiswa lagi, kali ini saya mau seenaknya menggunakan kata TEORI. Anda seorang dosen, mau maki-maki saya karena terlalu cepat menjuduli opininya orang sebagai teori? Monggo, ada fasilitas ‘comment‘ di bawah post ini.

Daniel Pink

Di malam minggu, di saat orang pacaran ngomongin bintang jatuh, ato nongkrong di pinggir bunderan HI, saya merasakan excited yang sama setelah menonton video ini.

Pink (saya ngikutin bule, yang manggil orang -tak akrab- dengan nama belakangnya) menyiram kerinduan saya akan kelas manajemen, yang sudah saya tinggalkan selama berbulan-bulan. 18 menit dan 20 detik yang membuat saya merasa jadi lebih kaya (pengetahuan) dan berwawasan. Hehehe. Really like it.

Pink memulai kelas TEDnya dengan membawa-bawa jawara motivasi yang model penelitiannya sudah direplikasi berpuluh-puluh kali di seluruh dunia. Ada nama Karl Duncker (honestly, i haven’t heard about it before) dengan eksperimen candle problem-nya, dan ilmuwan yang lebih muda Sam Glucksberg dari Princeton University yang meneliti tentang insentif.

Intinya: Pink mau bilang ke semua orang bahwa: “Reward and Punishment” atau “Carrot and Stick” tidak berlaku untuk pekerjaan yang membutuhkan otak kanan, kreatifitas, kerjaan non-templete. Reward and punishment berlaku untuk pekerjaan mechanical, yang mudah dimengerti, jelas, dan hanya membutuhkan fokus, bukan kreativitas. Dengan berbagai penelitian yang sudah mendahului, dengan yakin ia mengajak kita untuk melupakan hadiah untuk memotivasi orang.

Note: sehubungan dengan judul yang saya pakai, saya dibisiki pacar saya bahwa sebenernya nggak ada hal baru di sini. Semua adalah bahan lama yang disajikan ulang 🙂

Alih-alih menawarkan gaji besar, insentif, dkk, Pink menawarkan 3 hal yang bisa memotivasi orang lebih baik dan lebih efektif:

Autonomy, Mastery, and Purpose

Apa tuh? Pake bahasa Indonesia, kenapa?

Hahahaha….. Oke oke, toh post ini juga masih berbahasa Indonesia, tenang aja.

Autonomy maksudnya: the urge to direct our own lives. Bahasa Indonesianya: keinginan untuk menentukan arah hidup sendiri.

Mastery: the desire to get better and better at something that matters. Jadi, keinginan untuk menjadi lebih baik, dan lebih baik lagi di suatu bidang yang penting.

Purpose: the yearning to do what we do in the service of something larger than ourselves. Yaitu kerinduan untuk melakukan sesuatu yang begitu penting, jauh lebih penting daripada diri kita sendiri.

Pink memberi contoh aplikasi otonomi. Ia menyebutkan Atlassian (perusahaan software dari Australia), Google, LOWE. Perusahaan-perusahaan ini memberikan kebebasan pada karyawannya dalam menyelesaikan pekerjaannya, atau keleluasaan untuk mengembangkan kreatifitas untuk dibawa ke tempat kerja. Ekstrimnya, yang penting pekerjaan terselesaikan, mau dikerjakan di mana, kapan, dengan siapa, dan bagaimana tekniknya, terserah. Bagi perusahaan yang core-nya ada di inovasi, ide boleh didapat dengan keleluasaan waktu kerja. Lakukan apapun yang membuat kreativitasmu mengalir deras. 🙂

Hasil dari penerapan otonomi di perusahaan-perusahaan itu adalah: produktivitas naik, loyalitas karyawan naik, kepuasan karyawan naik, dan turn-over turun.

Masih tidak percaya? Pink membawa dua nama pembuat ensiklopedia: Encarta dan Wikipedia. Yang pertama menggunakan tenaga ahli yang dibayar mahal untuk membuatnya. Yang kedua menggunakan relawan yang dengan senang hati melakukan hal itu, tidak perlu diuji untuk bisa turut melengkapi si ensiklopedi. Hasilnya? Siapa yang jadi referensi hampir semua pelajar di seluruh dunia di era digital ini??? You can answer it by yourself, right?

17 Agustus, Bendera, dan Upacara

Standar

Kemarin siang, dalam perjalanan menuju sebuah rumah di bilangan Kota Gede, saya terhenti oleh lampu lalu lintas. Dua orang pedagang asongan langsung beraksi ketika lampu hijau mati dan lampu merah menyala. Satu hal yang saya perhatikan adalah, barang dagangan mereka. Salah satu dari pedagang itu lewat di samping kiri saya dan membawa bendera-bendera kecil hiasan kaca mobil. Ya ampun, sudah dekat lagi dengan perayaan kemerdekaan Indonesia. Bikin saya berpikir, ini tanggal berapa, sih? Ehm, ya… tanggal 21 Juli. Waktu terasa cepat berlalu. Tahun 2010 sudah masuk ke semester keduanya….

Membicarakan kemerdekaan dan peringatannya. Saya tidak merasa bersalah karena tidak ingat, tahun ini Indonesia sudah berumur berapa ya. Tapi saya lebih merasa bersalah karena saya belum memberikan banyak hal pada Indonesia.

Awal tahun ini saya baru lulus kuliah. Hingga saat ini belum memiliki pekerjaan kantoran (baca: akhirnya saya memutuskan saya ingin bekerja kantoran). Dan saya masih terus geregetan dengan kebelummampuan saya untuk menyumbang suatu hal baik bagi negara ini.

Dua malam yang lalu saya ingat, saya menonton acara televisi Metro 10. Temanya adalah 10 wanita inspirasional Indonesia. Saya tidak sempat duduk lama dan menyaksikan semuanya. Namun, setidaknya saya sempat melihat profil singkat 5 orang wanita tidak terkenal yang sudah berbuat sesuatu untuk negaranya. I wanna be one of them, one day.

Life is not about how rich you are, but about how worthy your contribution for others – Aurelia Claresta U

Saya jadi teringat 6 tahun lalu, saya mewawancarai Vincent Liong yang dulu bagi saya cukup fenomenal karena memiliki forum milis atas namanya waktu dia masih duduk di bangku SMA. Waktu itu dekat dengan momen sumpah pemuda. Saya mewawancarai dia, untuk mengisi rubrik SOSOK pada majalah AGAPE, yang dibuat kelas saya (baca: 3 IPA) untuk perlombaan majalah kelas. Dia mengatakan, upacara-upacara itu nggak perlu lah. Tapi kalau semacam pawai dan karnaval masih oke (saya rasa karena ada nilai budaya dan jadi hiburan masyarakat juga). Tentu maksudnya adalah kita nggak perlu terjebak dalam suatu kesibukan yang hanya sifatnya hanya simbolik. Lebih baik berbuat sesuatu yang mengharumkan nama bangsa, berguna bagi orang banyak, dsb.

Hari Minggu siang yang lalu (18/7) saya sempat menonton tayangan ulang Kick Andy “Tiada yang Tak Mungkin” yang menampilkan Renald Khazali, Azyumardi Azra, dan Yohanes Surya. Tema talkshownya adalah mengenai orang sukses dan bisa bersekolah tinggi karena beasiswa. Dari ketiganya, saya memberikan apresiasi yang tinggi, standing applause kepada Yohanes Surya. Ia adalah orang yang tergerak untuk menjadi pengajar bagi anak-anak Indonesia yang berbakat di bidang fisika. Dan yang membuat saya terharu adalah ketika dia mulai mencari bakat-bakat dari pedalaman Papua. He is someone for Indonesia. He is a legend, for sure. Sangat bersyukur di dunia ini ada orang-orang yang inspiring seperti dia.

Satu catatan saya. Jangan lihat bahwa karena dia memiliki talenta kecerdasan, kemudian dia bisa menjadi seperti itu. Sama sekali bukan. Yohanes Surya juga punya kelemahan. Waktu melamar beasiswa ke jenjang S2 di Amerika, ia harus pintar-pintar mengakali bagaimana menutupi nilai TOEFLnya yang hanya 415. Berkat usaha kerasnya yang tidur hanya 3 jam sehari (pukul 23:00-02:00) ia bisa lulus tes untuk langsung loncat ke program Ph.D (karena beasiswa S2 mensyaratkan ia harus mengajar padahal bahasa Inggrisnya sangat terbatas, maka ia mencari cara agar mendapat beasiswa tanpa harus mengajar). Kembali ke penekanan saya di atas. Yohanes Surya menjadi someone bukan karena kejeniusannya. Tapi, terletak pada kerelaannya berbagi ilmu bagi kepentingan anak-anak Indonesia. Kerelaannya untuk mendedikasikan waktu yang bisa dia nikmati sendiri dengan keluarga. Kerelaan melepas kesempatan tinggal di Amerika dengan green card yang sudah di tangan. Kerelaan untuk tidak menikmati sendiri apa yang dia punya.

Demikianlah hidup yang benar-benar hidup. Demikianlah hidup yang layak untuk dijalani. 🙂

Saya ingin memberi gambaran atas apa pesan yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini. Ada seorang yang mengikuti upacara bendera pada tanggal 17 Agustus dengan khidmat. Namun begitu upacara selesai, ia kembali kepada hidup sehari-harinya yang membuang sampah sembarangan di jalan (dengan asumsi, nanti ada yang nyapu). Ia tidak pernah mau memberikan jalan bagi pengendara lain yang mau pindah jalur di kemacetan. Ia menempel poster di dinding-dinding ruang publik untuk kepentingan organisasi maupun acara yang diselenggarakannya. Ia terbiasa menunjukkan ia berada di kelas sosial tertentu dan ‘nggak level‘ dengan orang-orang ‘kampungan’. Pun tidak mau memberikan tempat duduknya untuk penumpang kendaraan umum yang lebih pantas duduk. Ah…. lebih baik menjadi kebalikannya. Nggak upacara tapi benar-benar berusaha untuk menciptakan lingkungan dan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik, hari ke hari.

Saya juga ingin menyerukan, kalimat yang tidak tiap tahun saya ucapkan: Dirgahayu Republik Indonesia. Semoga rakyatmu semakin makmur dan maju kehidupannya.

NB: Ehemmm…. tau kan, dirgahayu artinya apa? Yak! Dirgahayu artinya berumur panjang  *ngedip sebelah mata

Ecoroof [new inspiration]

Standar

Masih ingat sama pelajaran sejarah waktu SMP/SMA: Taman Gantung Babilonia? Hahaha… Taman Gantung Babilonia. Taman ini dibangun oleh Nebukadnezar II sekitar tahun 600 SM sebagai hadiah untuk istrinya, Amyitis. Lokasi taman ini sekarang berada di Irak.Saya tiba-tiba ingat sama taman -yang merupakan satu dari 7 keajaiban dunia kuno– ini ketika membaca tentang ecoroof dari majalah Tempo, hari Senin yang lalu.

Ternyata ide mengenai pepohonan di bangunan bertingkat atau di atap sudah ada dari 2600-an tahun yang lalu. Lalu, pertanyaannya, kenapa ya, di kala dunia sekarang semakin panas, saya tidak pernah melihat atap-atap rumah yang ditanami dengan tumbuhan-tumbuhan kecil ya? Tapi, ecoroof memang agak ‘njlimet’ alias lebih repot mbikin/ngurusnya. Nah, kalau nggak mau susah-susah, pake tanaman rambat aja 🙂 Asal beberapa bulan sekali, diguntingi ranting-rantingnya. Jangan lupa, pilih tanaman rambat yang nggak banyak semutnya 🙂

Ecoroof ini memiliki berbagai fungsi, seperti keindahan, dan penurun suhu ruangan. Saya sudah membuktikan, kalau rumah yang menggunakan tanaman rambat untuk atap seng/asbesnya, suhu ruangannya juga lebih adem di tengah hari. Tanaman rambat ini sangat berguna untuk rumah-rumah beratap seng/asbes di negara tropis seperti Indonesia.

Kalau nggak punya lahan tanah yang bisa kita tanami pohon, dengan tanaman rambat, kita udah mbantu produksi O2 juga, kan? Go Green!!!