Tag Archives: hidup

AureliaClaresta Lama Nggak Nge-Blog. Ke mana aja?

Standar

Tulisan teratas saya (yang paling populer) adalah yang mengulas Smartphone Samsung Galaxy Y Duos. Disusul review atas restaurant / tempat makan di Jogja. Nah, tulisan saya yang terakhir adalah pada Mei 2013. Sudah lama sekali. Saya sendiri juga merasa ingin mengisi blog. Menulis sedikit adalah salah satu achievement kecil saya dalam hidup. Anggap saja seperti menatah prasasti. Prasasti pribadi.

Sekarang pukul 01:27 pagi (a.m). Nanti pukul 08.00 pagi saya akan naik kereta menuju Bandung. Doakan supaya saya punya bahan untuk mengisi blog ini lagi. Mungkin review penginapan. Mungkin makanan. Mungkin tempat rekreasi. Mungkin refleksi.

Mengenai tulisan refleksi (dan puisi) sebenarnya saya selalu (berusaha) menulisnya melalui twitter. Tahun lalu untuk ulang tahun ke 26, sebenarnya ingin mengeluarkan buku kumpulan puisi pendek saya yang saya selalu tuliskan melalui twitter. Ibu saya melahirkan saya di usianya yang (hampir) ke-26, saya ingin melahirkan anak pertama saya di usia 26 juga, kumpulan puisi.

Sesungguhnya sejak Agustus 2013 hingga sekarang, saya sedang merintis online store untuk toy store yang saya jalankan. I did it by my self, makanya progresnya tidak “boom-bass-tis” 🙂 dan seketika gede. Sebagai lulusan Management FEB UGM, saya merasa kurang lengkap kalau belum bisa menjual secara online. Dan ternyata menghandle tugas kecil seperti itu cukup memakan waktu. Nah, sekarang saya ada bahan tulisan baru, yaitu tentang pengalaman saya belajar berjualan online. Cekidot….

Mengambil Waktu Untuk Bertumbuh

Standar

Nampaknya cukup banyak orang tahu bahwa saya adalah orang yang suka tidur larut malam/hampir subuh dan bangun (agak) siang. Di satu sisi, ada kelemahan atas gaya tidur saya ini. Komentar yang muncul adalah “gila, jam 3 pagi masih ngetweet aja”, “jam segini belum tidur?”, atau “dia mah kalong, kalo malam bangun kalo siang tidur”.

Tapi… hal yang tidak pernah ditanyakan orang adalah mengapa saya memilih untuk hidup seperti ini. Dalam percakapan sehari-hari, hal ini tidak asyik untuk dibahas serius, lagipula siapa yang peduli? Orang juga nggak mau tahu. Kalau mau tahu pasti mereka sudah bertanya.

Hal yang utama adalah, bahwa saya memerlukan keheningan dari segala keramaian. Malam, adalah saat di mana semua orang memutuskan untuk tidur, maka saya mendapatkan waktu itu, waktu hening, di mana pikiran saya bisa lebih jernih dan saya berkomunikasi dengan diri saya sendiri.

Di air yang tenanglah segalanya menjadi lebih jelas.

Saya sungguh menikmati saat-saat saya bisa berkomunikasi dengan diri sendiri. Saya bisa berpikir, beropini, dan berefleksi.

Hal ini membuat saya merasa bertumbuh.

Mungkin hal ini tidak sehat bagi tubuh, tapi jiwa yang sakit akan lebih menyakitkan daripada badan yang masuk angin. 🙂

Selain waktu untuk memikirkan kesalahan yang saya perbuat hari itu, hal-hal baik yang terjadi, hal-hal tak terjawab dalam hidup, konsep-konsep, dan idealisme, malam hari adalah waktu yang sangat kondusif untuk bekerja.

Ada orang yang heran ketika mengetahui saya sudah duduk di depan komputer sepanjang hari namun masih rela melanjutkannya sampai larut malam. Saya akui, perhatian saya mudah teralihkan. Pada malam yang lebih tenang, konsentrasi saya lebih penuh, dan saya bisa bekerja lebih efektif. Entahlah bagaimana ilmu psikologi menjelaskan hal ini, tapi inilah yang terjadi pada saya.

Alasan berikutnya adalah suhu dan intensitas cahaya. Saya suka pagi, tapi saya tidak suka siang. Saya lebih suka jika siang hari terjadi mendung dan matahari tidak terlalu terik. Sebagai orang yang lahir dan tinggal di negara tropis, saya kurang menyukai matahari yang terik. Suhu yang (terlalu) hangat dan sinar matahari yang terik membuat badan dan mata cepat lelah, sangat mudah menjadi ngantuk di siang hari.

Selain di malam hari, waktu yang memungkinkan untuk terjadinya self-talk adalah saat melakukan pekerjaan yang membutuhkan sedikit pikiran dan konsentrasi, seperti mencuci, memasak, atau berkendara.

Apa yang terjadi jika tidak sempat mengambil waktu untuk bertumbuh? Saya pernah mengalaminya di saat-saat sibuk. Rasanya hidup kurang bermakna, pribadi tidak bertumbuh, waktu berlalu begitu saja, dan saya tak sempat mengingat-ingat hal-hal yang patut dikenang. Hidup menjadi kurang hidup.

Maka dalam keheningan malam, saya menulis ini. Selamat menyempatkan diri untuk bertumbuh di akhir pekan ini. Damai bagi hatimu!

Sumber gambar: 3.bp.blogspot.com

Mengagumi Hal-Hal Kecil

Standar

Banyak orang hebat, banyak bisnis hebat, banyak hal-hal besar yang bisa kita kagumi. Tapi kadangkala, sesuatu harus diapresiasi menurut situasinya.

Pada suatu titik aku bertemu dengan sosok anak muda bernama Agus. Bagiku, sosok seperti ini seperti muncul dari negeri dongeng, negeri yang tak pernah kuketahui sepanjang hidupku. Aku meletakkan namanya secara khusus di dalam hidupku. Bagiku, ia adalah inspirasi. Inspirasi yang hidup, nyata, dan dekat dengan hidupku.

Sumber ilustrasi: http://www.geteyesmart.org

Agus lahir dari keluarga yang tak pernah bersekolah di pedalaman Papua. Karena dibiayai oleh ordo Serikat Jesus (SJ), maka Agus bisa bersekolah gratis hingga jenjang serjana di pulau Jawa.

Satu hal yang membuat Agus ini spesial adalah karena matanya buta satu. Namun dengan hilangnya sebagian pengelihatannya, ia tidak kemudian menjadi permisif untuk menjadi yang tertinggal dan minder. Ia rajin mengikuti perkuliahan, kegiatan kemahasiswaan, kegiatan di gereja, pun kegiatan rohani di lingkungan.

Perjuangan Agus luar biasa untuk bisa sampai di tahap seperti ini. Mengingat bagaimana ia menceritakan kisahnya, mata saya selalu berkaca-kaca. Ketika dulu SMA, ia harus terpisah dari keluarganya dan tinggal di asrama di Nabire. Saat memutuskan untuk kuliah, Agus menghadapi kenyataan bahwa hubungannya dengan keluarga akan semakin jarang. Terakhir ia mendapat telepon dari mereka adalah sekitar Mei 2012. Oktober lalu orang tuanya menelepon di saat yang tidak tepat, saat ia sedang dalam kegiatan, maka terpaksa ia tidak menerima telepon itu.

Saat ini, untuk bisa menelepon Agus, orang tuanya harus berkendara 50 km ke arah kota agar bisa meminjam HP saudara dan mendapatkan sinyal telepon. Tidak ada sinyal telepon di rumah mereka di pedalaman sana. Ketika Agus tidak bisa mengangkat telepon mereka, maka 100 km yang ditempuh hanya menjadi bukti bahwa rindu tak selalu bisa terbayarkan sekalipun kita sudah berusaha.

Dengan perbedaan tingkat pendidikan antara Agus dan orang tuanya, muncullah tembok baru dalam hubungan mereka. Agus tidak bisa menceritakan tentang perkuliahannya ke orang tuanya. Kehidupan yang benar-benar asing dan tak terbayangkan oleh orang tua Agus. Hidupnya, kuliahnya, pelajaran yang ia serap di pulau Jawa adalah miliknya yang sulit dibagi pada orang tuanya.

Saat ini Agus sedang berada di semester akhir pada kuliahnya di jurusan Pendidikan Matematika di suatu universitas di Yogyakarta. Agus ingin menjadi guru dan mengajar di Nabire setelah selesai menjadi sarjana. Ia cukup prihatin dengan rendahnya minat orang-orang untuk menjadi guru di Papua. Saat ini penghidupan lebih layak bisa didapat dengan menjadi PNS, maka banyak guru yang meninggalkan sekolah. Kadang sekolah harus tutup karena tidak ada guru. Keadaan yang sama seperti yang digambarkan dalam film Denias.

Kadang kala, di saat malam, saat bumi menjadi lebih tenang dalam gelapnya, saat aku sudah selesai dengan diriku sendiri, aku memikirkan hal-hal di luar diriku. Kadang kala Agus melintas saja di sana, dengan senyum, dengan ketulusannya dan semangat hidupnya yang menyala di matanya.

Beberapa saat yang lalu, ia melintas, dan untuk Agus, kupersembahkan tulisan ini.

 

Menanti Saat Menjadi ‘Hero’

Standar

Saya yakin, tidak sedikit orang yang bawah sadarnya menginginkan kesempatan untuk menjadi ‘hero*’. Tanpa menilik teori apapun, hanya sedikit melihat ke kiri dan kanan, saya bisa mengatakan bahwa, sedikit atau banyak, Anda.. ya.. Anda yang sedang membaca tulisan ini… memiliki keinginan untuk menyelamatkan sesuatu, memperbaiki suatu keadaan, mencerahkan hidup orang. Impian untuk menjadi hero bagi orang lain.

Untuk orang-orang tersebut, ada sebuah video singkat yang mungkin berarti.

Pesan Mark Bezos untuk Anda: Don’t wait. Jangan menunggu hal besar untuk Anda ubah, selamatkan, perbaiki. Setiap hari ada kesempatan untuk melakukan sesuatu yang kecil tapi berarti. Jangan hanya ingin melakukan hal besar. Lakukan hal-hal kecil, karena hal-hal besar sangat jarang datang ke hadapan kita.

*saya menggunakankata hero dan bukan pahlawan, karena -sayangnya- kedua kata itu memberikan feel yang berbeda. kata hero akan lebih lekat pada tokoh penyelamat yang keren, dan pahlawan lebih lekat dengan pejuang kemerdekaan jadul

Pada Sebuah Taksi

Standar

Pada sebuah perjalanan buru-buru karena si penumpang tidak disiplin waktu, sebuah taksi dihentikan dan meluncurlah taksi itu ke sebuah mall kecil di daerah Pejaten.

Nama supir taksi itu adalah Suwarno. Asalnya dari Karang Anyar, daerah yang terkenal dengan objek wisata Grojogan Sewu-nya, tetangganya Solo. Nasib membawanya ke Jakarta. Ia memilih untuk bekerja pada perusahaan taksi nomor satu di negri ini. Akhirnya pindahlah ia ke Jakarta. Begitu juga keluarganya menyusulnya ke Jakarta.

Si penumpang usil mengajukan satu, dua, banyak pertanyaan. Ia kemudian agak takjub dengan cerita si supir. Pak supir yang ditaksir usianya sekitar tiga puluhan atas atau empat puluhan bawah, demi hidupnya, hanya pulang ke rumah kontrakan dua hari sekali. Sehari tidur di rumah, sehari tidur di pool taksi. Dari rumah kontrakan di Bekasi pinggir menuju pool taksi, harus menaiki angkot (angkutan umum) sebanyak 3 kali. Perjalanan bersama angkot memakan waktu 2 jam.  Kontrakan 3 petak yang dikontraknya, mengharuskannya menyisihkan Rp250.000 per bulan. “Kalau tinggal di Jakarta, segitu pasti nggak dapet,” begitu katanya.

Sehari ia akan mendapatkan 10% dari total uang hasil ‘narik taksi’ jika yang didapat di bawah target. Target dari perusahaan itu adalah Rp500.000 per hari. Si penumpang agak syok. “Wah, gede juga ya, target supir taksi,” pikirnya bego polos. Kalau berhasil melebihi target, maka persenannya bertambah. Hmm, pantas saja pak supir ini harus pulang ke rumah tiap 2 hari sekali.

Penumpang itu kemudian berkata pada dirinya sendiri, bahwa hidupnya kalaupun bisa ‘enak’, tidak boleh semena-mena, tidak boleh berlebihan, tidak boleh tidak sederhana…. Penumpang itu berusaha mencamkan hal itu baik-baik. Dalam hati dan pikirannya.