Selamat pagi, selamat hari Selasa. Weekend masih lama. 🙂
Sumber inspirasi tulisan kali ini adalah tetangga saya. Begini kisahnya. Ibu saya bercerita singkat tentang Pak Rudi (bukan nama sebenarnya) tetangga kami yang menjadi hakim di Jakarta tapi memiliki rumah di Jogja. Di Jogja Pak Rudi ini memiliki mobil baru yang biasa dibawa istrinya. Di Jakarta, Pak Rudi ini kos. Mobil lamanya dibawa serta ke Jakarta. Tapi yang terjadi adalah Pak Rudi lebih sering naik taksi daripada menyetir mobil sendiri.
Picture courtesy: The Jakarta Post
Saya tidak heran jika demikian. Jika Pak Rudi kos untuk bekerja di Jakarta, maka kosnya seharusnya tidak terlalu jauh dari kantornya. Untuk jarak dekat, menggunakan taksi jelas lebih hemat daripada membawa mobil sendiri. Jika Pak Rudi membawa mobil sendiri, Beliau harus mengeluarkan uang bensin, uang parkir (yang tidak sedikit), mengeluarkan energi untuk menyetir (apalagi kalau macet), plus harus meluangkan lebih banyak waktu dan energi untuk memarkir mobil. Keadaan lalu lintas di Jakarta itu sangat bikin stres, kadang ‘sedikit’ uang tidak terlalu berarti jika harus ditukar dengan kedamaian pikiran dan hati.
Kelebihan lain dalam memilih taksi daripada memiliki mobil pribadi antara lain tidak perlu mengeluarkan uang yang besar untuk membeli mobil, tidak membayar pajak kendaraan & asuransi mobil, tidak perlu merawat mobil, plus memiliki sopir pribadi (tidak perlu menyetir sendiri).
Tapi itu semua itu hanya berlaku bagi orang-orang yang memiliki jarak tempuh yang dekat, jika kantornya di Sudirman rumahnya di BSD, sudah jelas naik taksi bukan pilihan. Mungkin harus naik kereta api (commuter line) atau Shuttle BSD dulu baru disambung naik taksi.
Selamat bekerja, pembaca yang budiman. Weekday masih panjang! Enjoy your work!