Tag Archives: bisnis

Yang Alami Seringkali Kurang Menjual

Standar

Saya sedang merancang business plan baru. Saya excited banget karena bisnis baru ini rencananya akan saya modali sendiri. Daaan, saya mau tumpahkan idealisme saya di situ. Ini bisnis punya visi dan misi sosial sebagai fondasinya. Wuaah, keren nggak tuh. Mikirinnya aja udah bangga.

Courtesy: cce.clark.edu

Jadi, akhir-akhir ini kerjaan saya mikir nggak henti-henti. Mikirin bisnis ini butuh apa investasi berapa, desainnya gimana, alat produksinya apa aja, produknya apa aja, hingga sampai juga di bagian “proyeksi penjualannya gimana nih?”.

Ketika saya membuat proyeksi penjualan menggunakan data penjualan real dari bisnis yang mirip-mirip (dan saya sangka sudah cukup rame/sukses), saya menemukan KENYATAAN bahwa penjualan normal itu hanya menghasilkan 20-40% dari MINIMAL SALES yang saya inginkan. Nah lho… 60-80% sales-nya harus dikejar dengan cara apa nih?

Mulai deh saya mikir untuk bikin rencana promosi, menambah produk yang ditawarkan, mencari target market tambahan, dll.

Biasa deh, kalau udah mikir, mikir, dan mikir (baca: kepentok masalah), yang muncul di kepala malah filosofi hidup.

Kalau mau yang alami, memang hasilnya nggak akan WOW. Analoginya seperti Kim Kardashian. Kalau nggak pakai make-up, treatment kecantikan, pakaian mewah, Kim Kardashian nggak akan se-dasyat yang kita kenal.

Balik ke konteks bisnis, butuh usaha lebih supaya penjualan itu bisa BOMBASTIS (hehe, lebay). Upaya nomor satu, iklan.

Courtesy: celebritiessb.blogspot.com

Courtesy: yeeeah.com

Saya orang yang suka mengamati iklan. Wah, iklan yang ini bagus, iklan yang itu nggak masuk akal, iklan yang itu norak, dsb. Saya punya bakat untuk mengkritik, melihat hal jelek dari sesuatu. Hahaha.

Nah, sekarang saya nih yang kepentok harus bikin iklan. Hahaha, kena deh gue. Untuk itu saya mau beriklan ala Jokowi, iklannya ga ditampilkan, tapi produknya sendiri sudah menonjol, servisnya sendiri sudah menjual. Iklan yang saya butuhkan mungkin cuma publisitas, bukan public relation. Nah, kan… Udah saya bilang, ini proyek idealis. Hehehe.

Mitos dalam Pertumbuhan Bisnis

Standar

Menurut Edward D Hess dari University of Virginia, Darden School of Business, ada 3 mitos tentang pertumbuhan bisnis.

1. Semua pertumbuhan bisnis pasti baik

2. Lebih besar pasti selalu lebih baik

3. Bisnis harus bertumbuh atau mati

Mengapa demikian? Hess mengatakan bahwa tidak ada satu pun penelitian ilmiah di jurusan mana pun yang mendukung mitos-mitos tersebut. Pertumbuhan bisnis bisa jadi baik, namun bisa juga menjadi hal yang buruk. Pertumbuhan yang pesat tanpa didukung oleh persiapan dapat membuat kewalahan orangnya, prosesnya, dan juga fungsi kontrolnya.

growth

Photo courtesy: www.vitbergllc.com

Menurut Hess, istilah “bertumbuh atau mati” (grow or die) lebih tepat jika diganti menjadi “menjadi lebih baik atau mati” (improve or die). Perusahaan tidak selalu harus bertumbuh karena pertumbuhan bisnis juga memiliki konsekuensi. Resiko yang dihadapi antara lain quality control tertekan, kondisi finansial tertekan, mengurangi value yang didapat oleh pelanggan, menghilangkan/mengubah kultur perusahaan, dan meletakkan bisnis pada kompetisi yang berbeda.

Bisnis yang lebih besar memiliki resiko yang lebih besar. Salah satunya adalah kerumitannya menjadi bertambah, birokrasinya lebih banyak. Hal yang lebih mengerikan adalah bertemu dengan kompetitor (besar) yang baru dan kompetitif. Maka, bisnis yang lebih besar tidak selalu lebih baik.

Edward D Hess

Photo courtesy: http://www.edhltd.com

Pertumbuhan bisnis juga tidak selalu mendatangkan keuntungan. Ketika bertumbuh, bisnis memerlukan uang. Perhitungan yang salah dari seberapa besar uang yang keluar akan mendatangkan uang masuk, bisa membuat bisnis dalam bahaya. Ada kutipan yang tidak kalah penting dari Hess.

I have never, ever had a projection or worked with a projection that a company ever met. Everyone always overestimates how fast and how much money is going to come in

Oleh sebab itu pertumbuhan bisnis perlu direncanakan, dilihat pro dan kontranya, perlu juga ditangani dengan baik sehingga hasil akhirnya pun baik.

Bisnis yang Tidak Feasible di Jogja (bagian 2)

Standar

Hari ini saya tepati janji saya untuk melanjutkan rangkaian tulisan tentang bisnis yang tidak feasible di Jogja. Semoga bermanfaat.

2. Warnet 

Jogja adalah kota pelajar hingga kini. Jumlah perguruan tinggi di sini ribuan. Jumlah sekolahnya pun banyak sekali. Wirausahawan pemula yang  muda (apalagi jika suka bermain game online) mungkin akan membuka warnet sebagai pilihan bisnisnya. Tapi menurut saya, warnet dengan jumlah komputer kurang dari 20 buah adalah bisnis yang tidak feasible. Mengapa?

my warnet

Photo courtesy: http://elektronicakomputerzone.blogspot.com/

Alasan 1. Tarif umum untuk menggunakan jasa warnet di Jogja adalah Rp3.000 – 4.000 / jam. Tarif ini terlalu rendah untuk membiayai keberlangsungan bisnis yang kompetitif. Warnet yang diminati pasti yang koneksinya paling cepat, komputernya baru, dan ruangannya nyaman. Jika mau buka warnet 10 komputer, investasinya paling sedikit dibutuhkan Rp40 juta* sedangkan omsetnya (saya perkirakan) Rp100-200 ribu per hari (walaupun sudah buka 24 jam), nggak worth it.

* sumber penelitian ini (hal 11)

** berdasarkan wawancara, forum ini, dan penelitian ini (hal 14)

catatan: walaupun sumber adalah penelitian dari tahun 2003, namun kondisinya omset warnet2 tidak jauh berbeda dengan tahun 2013 ini.

Alasan 2. Jumlah target market pengguna warnet kian hari kian sedikit, karena kesejahteraan orang semakin baik karena perekonomian Indonesia yang baik sehingga semakin banyak orang memiliki koneksi internet di rumah, sekolah, kantor dan smartphone/tablet pribadi.

LIMUNY – Layanan Internet Mahasiswa UNY adalah salah satu ‘warnet’ yang terkenal cepat koneksinya

Photo courtesy: akun “airyto” pada forum.indowebster.com

Alasan 3. Adanya perang harga antar warnet (dan sudah terjadi) di Jogja sehingga merugikan semua warnet.

Warnet yang ditambah nilainya dengan menjadi Cafe internet pun tidak menjamin mendapatkan omset yang baik. Selama 7.5 tahun mengamati bisnis warnet di Jogja, saya sudah melihat warnet-warnet kecil tumbuh dan mati silih berganti, warnet yang cukup besar dan sukses di tahun 2006-2007 sekarang sepi dan berada di posisi yang sulit (Bumi Net), serta grup warnet bagus dan besar yang menawarkan franchise tumbang (grup Groovy Net, Bayo Net, & Rama Net). Ini sudah lebih dari cukup bagi saya untuk mengatakan bahwa bisnis warnet di Jogja persaingannya sudah jenuh dan target marketnya mengecil sehingga sudah tidak feasible lagi untuk dimasuki.

header bayonet

TAPI saya mengamati sebuah warnet yang masih eksis (walaupun mungkin dulu jauh lebih baik keadaan finansialnya) namanya SATRIA NET. Lokasinya ada di Babarsari, pertigaan dekat Unprok. Warnet ini okupansinya bisa diacungi jempol KARENA warnet ini memiliki koleksi software, film, lagu, komik, dan skripsi yang sangat banyak. Bisa terlihat mereka memiliki server sendiri untuk menyimpan data-data yang sangat banyak tersebut. Walaupun sifatnya ilegal, tapi itu yang menjadi nilai tambah dari warnet tersebut. Orang datang bukan (hanya) untuk internetan, tapi untuk copy file film/lagu/komik sehingga tidak perlu download sendiri.

(bersambung ke bisnis lain di post selanjutnya….)

Di Usia 24 Tahun

Standar

Gregetan juga nge-post tulisan yang kejadiannya nggak up-to-date. Ya, maksud saya yaa.. tulisan tentang perjalanan ke Kamboja itu. Apa boleh buat. Memang harus ditulis sebagai komitmen saya untuk menuliskan sejarah hidup saya sendiri. Ya, masa orang lain yang akan menuliskannya. Emangnya saya siapa? Hehe.

Kemarin adalah peringatan ulang tahun saya yang ke-24. Hanya ada beberapa orang yang mengucapkan selamat ulang tahun, dan itu nampaknya tanpa bantuan Facebook, sehingga jumlah ucapan yang diterima sangat ringkas (saya menyembunyikan tanggal ulang tahun saya dari siapapun di Facebook). Terus terang, saya senang dengan hal itu. 🙂 Why? Karena yang mengucapkan adalah orang-orang tertentu saja, yang dengan caranya sendiri, entah reminder dari mana, mencatat tanggal kelahiran saya. Terima kasih yaa… *tersipu-sipu*.

Hanya ada 2 orang yang menanyakan 1 hal paling wajib dalam hari ulang tahun. Pertanyaannya adalah “Apa harapanmu?”

Jawabanku adalah, aku ingin memiliki Social Business. Entah cepat entah lambat. Itu yang saya pikirkan tentang hidup saya ke depannya. Saya tidak dapat memikirkan hal lain yang lebih baik dan melegakan daripada bekerja untuk tujuan sosial dalam hidup saya.

Untuk itu saya  sedang membaca bukunya Muhammad Yunus yang berjudul Building Social Business. Semoga bisa cepet selesai, jangan sampai terlantar bertahun-tahun seperti sebagian buku-buku lainnya.

Saya tidak meniup lilin ulang tahun kemarin. Tapi saya rasa, harapan ini terdengar oleh jiwa saya, oleh alam, oleh Tuhan… Semoga bisa terwujud. Karena inilah tujuan hidup saya, seperti doa setiap orang tua untuk anaknya: berguna bagi nusa dan bangsa.

Siapa Yang Terpenting Dalam Organisasi?

Standar

Sungguh saya merasa: saya adalah orang yang suka telat mikir. Beberapa pertanyaan yang pernah diajukan orang lain, dan tidak berhasil saya jawab, membuat pertanyaan-pertanyaan itu tetap ada di memori. Dan ketika sedang senggang, saya keluarkan lagi. Layaknya hewan pemamah biak, saya ‘kunyah-kunyah’ lagi pertanyaan itu. Saya coba pikir-pikir lagi apa jawabannya. Ehm, mungkin sebenernya nggak bisa dibilang telmi juga sih. Mungkin memang pertanyaannya bersifat reflektif. Kalau belum pernah merefleksikannya, ya… bagaimana bisa menjawab?

Salah satu pertanyaan yang masih mengganggu saya adalah pertanyaan pada sebuah tes masuk di sebuah perusahaan. Di sana, ada pertanyaan:

Menurut anda, siapa/departemen/bagian apa yang paling penting dalam sebuah organisasi?

Saat itu, karena saya sudah pernah memikirkan hal ini, saya sudah punya jawaban. Saya menjawab dengan mantap:

Dengan asumsi organisasi yang dimaksud adalah perusahaan pada industri X, maka yang terpenting adalah bagian A.

Ketika maju ke tahap selanjutnya: yaitu tahap interview, jawaban saya itu dilihat oleh sang user dan saya diminta menjelaskan, apa yang saya maksud dengan jawaban saya itu. Maka, saya jelaskanlah bla bla bla bla, sesuai dengan apa yang saya yakini saat itu.

Sepulang dari interview tersebut, rasanya masih ada yang mengganjal. Jawaban saya rasanya benar dan logis… Tapi kok rasanya kurang mantap ya. Kayanya masih ada defect-nya.. Maka saya pun menyimpan pertanyaan itu sebagai salah satu dari pertanyaan most wanted to be answered. Efeknya, pertanyaan itu akan sering muncul di saat-saat bengongdi perjalanan ibukota yang makan waktu.

Akhirnya, setelah melalui berbagai kemacetan ibukota, berbagai waktu senggang di kamar mandi atau beberapa belokan gang bertikus berkecoa, saya menyimpulkan begini:

Yang paling penting dari sebuah organisasi adalah PEMIMPINnya. Pemimpin menentukan visi dari organisasi. Pemimpin adalah penentu, organisasi itu mau dibawa ke mana, akan diisi orang-orang seperti apa, dan mau berada di jalan yang mana. Untuk semua organisasi, pemimpinnya adalah yang terpenting.

Bill Gates

Betapa pentingnya pemimpin pada perusahaan secara cepat dan mudah (atau secara common sense) dapat dilihat dari besar gajinya. Besar gaji atau bagiannya menunjukkan bahwa ia sangat berpengaruh pada keberhasilan perusahaan tersebut. Namun….. pemimpin tanpa pengikut, bukanlah pemimpin (wong nggak ada yang dipimpin). Saya tidak mengatakan bahwa fungsi-fungsi di bahwa pemimpin itu tidak penting, namun saya sedang menjawab pertanyaan: siapa yang TERPENTING.

Saya kasih contoh aja… orang kalau tinggi badannya 180 cm itu tinggi atau pendek? Secara relatif, bisa dikatakan tinggi kan ya. Kalau Andi tingginya 181 cm, Beni 183 cm, dan Dion 187 cm… Siapa yang tinggi? Semua tinggi dong. Siapa yang TERTINGGI? Dion sudah pasti. Hanya ada 1 jawaban untuk pertanyaan superlatif.

Nah, selain pemimpin, di antara fungsi-fungsi manajemen di dalam perusahaan (ini bahasannya loncat ke perusahaan ya, udah ga sekedar organisasi), mana yang paling penting, hayo?

Tergantung! Perusahaan itu bergerak di bidang apa. Core bisnisnya apa. Perusahaan jasa kuliner (restoran dkk) prioritasnya adalah makanan yang lezat. Apanya yang harus bagus? Pertama-tama kokinya. Pelayan, kasir, designer interior, personalia menjadi yang nomor sekian. Sekali lagi, tidak mengatakan mereka tidak penting. Mereka semuanya harus bagus untuk mendukung perusahaan menjadi benar-benar bagus (excellent) di semua sisi. Tapi yang nomor satu, kokinya harus bagus. Makanan yang lezat adalah hal yang terpenting untuk sebuah bisnis kuliner (rumah makan). Hal ini menjawab keheranan orang-orang akan suatu tempat makan yang luar biasa rame, padahal tempatnya tidak berseni (tidak ada design interior), mungkin parkirnya susah, pelayanannya lama, dsb. Orang masih berharap akan satu hal: makanan yang enak. Itu yang paling penting,

Perusahaan jasa relaksasi (spa dkk) harus memiliki terapist yang bagus. Karena core business-nya di situ. Perusahaan jasa IT harus memiliki tim IT yang canggih. Perusahaan manufaktur harus memiliki bagian operation yang sangat handal dan terpercaya. Perusahaan jasa training harus memiliki orang-orang bagian SDM yang terbaik. Begitu polanya…

Yah….. sekarang pertanyaan itu sudah keluar dari kolam most wanted to be answered question. Any comment, my dear reader?